World Financial Flow – Model Penjajahan
“baru” Bangsa Asing
Pada salah satu mata kuliah yang saya ikuti, saya begitu
takjub dengan apa yang diperbincangkan oleh dosen tersebut. Inti dari
perbincangan tersebut adalah membahas bagaimana arus keuangan yang terjadi di
Indonesia.
Sebenarnya
jika dilihat tidak ada yang salah dari materi tersebut, namun menjadi masalah
karena ternyata realitas yang terjadi adalah kesemua arus keuangan tersebut
bermuara kepada bangsa asing. Bangsa asing-lah yang ternyata dapat “mengatur”
arus keuangan yang ada di Indonesia. Coba perhatikan gambar berikut.
Ini
adalah gambar betapa ruwetnya arus keuangan yang sebenarnya terjadi di
Indonesia. Oke! Sebagai langkah awal saya menjelaskan arus keuangan yang
menjadi masalah tersebut, kita sepakat 3 hal kalau uang dapat 1. Sebagai alat
tukar 2. Standar kesejahteraan 3. Standar kekayaan. Dimanapun dan kapanpun
orang tidak akan merasa “cukup” terhadap uang dan akan selalu mencari
keuntungan.
Hal
tersebutlah yang menjadi landasan studi kasus berikut ini:
A
adalah orang yang mempunyai uang lebih, sedangkan B adalah orang yang
kekurangan uang untuk modal usaha. Normalnya, agar A mendapatkan keuntungan dan
B dapat melakukan usaha adalah dengan meminjamkan modal dari A ke B (kita sebut
saja modal tersebut 500jt). Namun hal tersebut pasti didasari 2 faktor; 1. Uangnya
harus ada. 2. Percaya, karena tidak mungkin kant meminjamkan uang kepada orang
lain jika kita tidak percaya bahkan tidak kenal? Haha.
Namun
konsep sederhana tersebut mengandung resiko (transfer of risk) yang besar
karena kemungkinan B gagal dalam usahanya. Oleh karena itu terdapat “perantara”
yang dapat menanggulangi resiko tersebut. Terdapat 2 perantara. Konsep dari
perantara yang Pertama adalah seperti berikut:
Ya,
perantara tersebut adalah Bank (sebut saja Bank Siti). A dapat menginvestasikan
uang 500jt tersebut ke bank. Bank memberikan bunga 5% (i1) kepada A. B dapat
meminjam modal kepada Bank dengan syarat mengembalikan modal tersebut + bunga
7% (i2). Kenapa 7%? Karena itu merupakan salah satu keuntungan yg dapat
dimiliki oleh bank. 7% - 5% = 2%, sehingga 2% itu yang disebut (interest speed).
Tidak mungkin kant bank memberikan Bunga kurang dari 5%? Ga punya untung dong
hehe…
Selain
bank, konsep dari perantara yang kedua adalah seperti berikut:
Ya,
perantara yang kedua adalah pasar modal. A maupun B bermain saham dipasar
modal. Misal jika B sudah membentuk usahanya (sebut saja PT. Sapi Sejahtera)
dan perusahaan tersebut sudah Go Public, maka A dapat membeli saham B. Dengan
membeli saham di pasar modal, A bisa mendapatkan keuntungan melalui cara-cara
sesuai kondisi berikut:
A.
Diskonto
Keuntungan ini hanya bisa didapat jika A membeli saham obligasi. Diskonto ini berarti diawal A langsung mendapatkan bunga yang diperoleh sesuai investasi yang dilakukan. Misal jika total yang didapatkan adalah 450jt ditambah bunga 50jt maka 50jt harus diberikan kepada A diawal. Setelah itu setelah misal 3 bulan barulah 450jt diberikan kepada A.
B.
Capital Gain
Keuntungan ini adalah keuntungan
yang dapat cepat didapat. Misal jika harga 1 lembar saham pada jam 11.00
seharga Rp 10.000 dan pada jam 15.00 seharga Rp 12.000 maka secara matematik, A
memperoleh keuntungan Rp 2.000 per lembar.
C.
Deviden
Keuntungan ini biasanya didapat per
periode perusahaan (tahun/bulan). Misal jika perusahaan menginformasikan
keuntungan 100jt, biasanya dipotong untuk modal periode selanjutnya misal 60jt
(retained earning/laba ditahan), sehingga deviden yang dapat diterima pemilik
perusahaan (dalam hal ini A termasuk) adalah total 40jt.
Yak!
Seperti itulah gambaran 2 perantara. Yang ingin saya garis bawahi disini adalah
pasar modal dapat digunakan sebagai tempat mendapatkan keuntungan secara cepat
namun tentu saja dengan resiko yang besar pula karena kebetulan pasar modal di Indonesia
sangat aktif arus pergerakan sahamnya.
Oke!
Kita kembali ke perantara pertama yaitu Bank memberikan modal kepada B dengan
kembalian bunga 7%. Jika semuanya lancar maka jelas bank mendapatkan untung,
tapi bagaimana jika tidak? Misal B meninggal? Maka bank akan menderita
kerugian. Untuk menunggali resiko kematian tersebut maka terdapat sebuah badan
yang mau menanggulanginya. Konsep dari badan tersebut adalah sebagai berikut:
Bank
bekerjasama dengan PT. xyz. PT diatas tersebut adalah asuransi jiwa, yang
mempunyai peranan memberikan 500juta kepada bank sebagai Uang
Pertanggungjawaban (UP) jika B meninggal dunia. Namun dengan syarat Bank
memberikan uang premi sebesar 10jt yang dibayar bisa per periode (tahun/bulan)
atau apapun sesuai kontrak tertentu.
Dengan
kondisi tersebut, maka jelas PT. xyz menanggung beban yang berat kalau
benar-benar harus membayar 500jt. Oleh karena itu, PT. xyz dapat “membagi
resiko” 500jt tersebut kepada suatu badan lain. Konsep dari badan tersebut
adalah sebagai berikut:
PT.
xyz bekerjasama dengan PT. def. PT tersebut adalah Reasuransi, yang mempunyai
peranan membantu asuransi-asuransi yang ada. PT. xyz dapat mengambil 8jt dari
keuntungan 10jt dan memberikannya kepada PT. def sebagai nilai kontrak asuransi
yang dibayar per periode (bulan/tahun). PT. def sendiri harus membayarkan
kepada PT. xyz misal sebesar 400jt jika B benar-benar meninggal. Sehingga
resiko PT. xyz dapat berkurang. Namun jelas dengan kondisi ini, beban terbesar
berpindah ke PT. def.
PT.
def dapat “membagi resiko” kepada Reasuransi lain. Di Indonesia hanya ada 4 perusahaan
yang beperan sebagai Reasuransi. Namun jika nilai asuransi yang ditanggung
masih juga terlalu besar, reasuransi tersebut dapat “membagi resiko” lagi ke
badan lain. Konsep dari badan tersebut adalah sebagai berikut:
PT. def dapat bekerjasama dengan PT. hij. PT. tersebut
dikenal dengan Retrocessi. PT tersebut hanya terdapat di luar negeri. Alasan
mengapa dia hanya terdapat diluar negeri adalah karena PT tersebut berani
mengambil resiko terbesar dan memang berada pada negara yang memiliki mata uang
yang kuat (yen, pound, us dollar dkk). Disinilah sebenarnya arus keuangan
bermuara. PT. hij adalah tolak awal bagaimana arus keuangan di Indonesia dapat
dikuasai oleh bangsa asing.
Oke! Penjelasan akan saya lanjutkan. Contoh diatas
barulah 1 asuransi yaitu, asuransi jiwa. Namun apakah hanya ada 1 asuransi yang
ada di Indonesia? Tentu saja tidak, sebut saja ada asuransi umum/general (PT.
klm). Konsep PT. klm adalah sebagai berikut.
B yang mempunyai perusahaan pastilah dilengkapi dengan
mesin. Misal harga mesin yang dibeli B tersebut seharga 1 Milyar. Namun apakah
B dapat memperkirakan umur/ketahanan dari mesin tersebut? Oleh karena itu PT. klm
sebagai asuransi umum menawarkan pertanggungjawaban kepada B terhadap mesin
tersebut jika mengalami kerusakan dengan premi dan uang pertanggungjawaban
seperti gambar diatas.
Tentu saja uang pertanggungjawaban yang akan diberikan
PT. klm terlalu besar, oleh sebab itu PT. klm dapat juga “membagi resiko”
seperti yang dilakukan oleh PT. xyz. Konsep pembagian resiko tersebut sama
persis yaitu membagi ke Reasuransi yang pada akhirnya bermuara ke PT. hij
sebagai Retrocessi.
Oke saya potong sampai sini penjelasan mengenai arus
keuangan perusahaan asuransi. Kesimpulan yang bisa didapat adalah arus keuangan
pasti bermuara kepada retrocessi.
Saya akan kembali kepada bank, selain mendapatkan keuntungan
dengan memberikan kredit kepada B, bank dapat juga bekerjasama dengan PT. tle.
Konsep apa itu PT. tle dan kerjasama PT. tle dengan bank adalah sebagai
berikut:
PT. tle adalah perusahaan yang bergerak dibidang
otomotif. Perusahaan tersebut mempunyai anak perusahaan yang bergerak dibidang
motor dan mobil (menjual motor dan mobil). Agar PT. tle (dalam hal ini PT. elt
dan PT. let) dapat menjual mobil/motornya kepada orang dan orang tersebut juga
meminjam kredit pada bank maka bank bekerjasama dengan PT. tle dan membangun
PT. ard (dikenal dengan nama leasing).
Perusahaan tersebut bergerak dibidang perkreditan
motor/mobil. Sehingga jika ada orang ingin membeli motor/mobil maka dapat
melakukan kredit di PT. ard yang mana sama saja orang tersebut meminjam kredit pada
bank.
Jika dilihat secara keseluruhan, maka tiap perusahaan
harus menanggung beban masing-masing, baik itu bank, perusahaan asuransi,
reasuransi, retrocessi, ataupun perusahaan leasing. Oleh sebab itu, demi
mendapatkan keuntungan yang cepat kesemuanya bermain di Pasar Modal. Ya, pasar
modal adalah satu-satunya tempat mendapatkan keuntungan dengan cepat. Dengan
menjual sahamnya maka perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia tersebut
dapat memperoleh modal. Namun disisi lain kepemilikan perusahaan tersebut dapat
dimiliki dengan bebas. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh PT. hij sebagai
retrocessi, Coba perhatikan konsep berikut:
PT.
hij sebagai retrocessi yang mana menanggung beban terbesar yang dibagi dari reasuransi-reasuransi
yang ada di Indonesia juga bermain saham. Mereka membuat 3 perusahaan kecil
yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 3 perusahaan
tersebut yang bermain saham di Indonesia. Ketiganya membeli saham-saham yang
ada di Indonesia. Otomatis, kepemilikan perusahaan-perusahaan di Indonesia
dapat dimiliki oleh PT. hij. Misal 3 perusahaan tersebut membeli saham pada 2
PT. asuransi dan 1 bank yang ada di Indonesia sebagai berikut:
1. PT. opq :
Bank Siti : 20%
PT. xyz : 21%
PT. klm : 22%
2. PT. rst :
Bank Siti : 15%
PT. xyz : 10%
PT. klm : 10%
3. PT. uvw :
Bank Siti : 10%
PT. xyz : 20%
PT. klm : 15%
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, dengan hanya memiliki 2
PT. asuransi dan 1 bank, bangsa asing dapat “mengatur” arus keuangan yang ada
di Indonesia. Dengan hanya mengatur harga premi masing-masing PT. asuransi atau
bunga yang diberikan oleh bank untuk kredit, bangsa asing sudah dapat mengatur
arus keuangan di Indonesia. Coba perhatikan gambar berikut ini.
ini adalah hasil akhir model penjajahan “baru” bangsa
asing di Indonesia. Semua PT. Asuransi dan bank akan bermain di pasar modal
yang pada akhirnya sahamnya akan dibeli bangsa asing. Sehingga yang terjadi
adalah arus keuangan yang diatur oleh bangsa asing. Inilah yang membuat bangsa
kita tidak bisa maju atau stagnan-stagnan saja.
0 komentar:
Posting Komentar