Pages

Kamis, 14 Februari 2013

World Financial Flow – Model Penjajahan “baru” Bangsa Asing



World Financial Flow – Model Penjajahan “baru” Bangsa Asing

            Pada salah satu mata kuliah yang saya ikuti, saya begitu takjub dengan apa yang diperbincangkan oleh dosen tersebut. Inti dari perbincangan tersebut adalah membahas bagaimana arus keuangan yang terjadi di Indonesia.
Sebenarnya jika dilihat tidak ada yang salah dari materi tersebut, namun menjadi masalah karena ternyata realitas yang terjadi adalah kesemua arus keuangan tersebut bermuara kepada bangsa asing. Bangsa asing-lah yang ternyata dapat “mengatur” arus keuangan yang ada di Indonesia. Coba perhatikan gambar berikut.

Ini adalah gambar betapa ruwetnya arus keuangan yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Oke! Sebagai langkah awal saya menjelaskan arus keuangan yang menjadi masalah tersebut, kita sepakat 3 hal kalau uang dapat 1. Sebagai alat tukar 2. Standar kesejahteraan 3. Standar kekayaan. Dimanapun dan kapanpun orang tidak akan merasa “cukup” terhadap uang dan akan selalu mencari keuntungan.
Hal tersebutlah yang menjadi landasan studi kasus berikut ini:

A adalah orang yang mempunyai uang lebih, sedangkan B adalah orang yang kekurangan uang untuk modal usaha. Normalnya, agar A mendapatkan keuntungan dan B dapat melakukan usaha adalah dengan meminjamkan modal dari A ke B (kita sebut saja modal tersebut 500jt). Namun hal tersebut pasti didasari 2 faktor; 1. Uangnya harus ada. 2. Percaya, karena tidak mungkin kant meminjamkan uang kepada orang lain jika kita tidak percaya bahkan tidak kenal? Haha.
Namun konsep sederhana tersebut mengandung resiko (transfer of risk) yang besar karena kemungkinan B gagal dalam usahanya. Oleh karena itu terdapat “perantara” yang dapat menanggulangi resiko tersebut. Terdapat 2 perantara. Konsep dari perantara yang Pertama adalah seperti berikut:

Ya, perantara tersebut adalah Bank (sebut saja Bank Siti). A dapat menginvestasikan uang 500jt tersebut ke bank. Bank memberikan bunga 5% (i1) kepada A. B dapat meminjam modal kepada Bank dengan syarat mengembalikan modal tersebut + bunga 7% (i2). Kenapa 7%? Karena itu merupakan salah satu keuntungan yg dapat dimiliki oleh bank. 7% - 5% = 2%, sehingga 2% itu yang disebut (interest speed). Tidak mungkin kant bank memberikan Bunga kurang dari 5%? Ga punya untung dong hehe…
Selain bank, konsep dari perantara yang kedua adalah seperti berikut:

Ya, perantara yang kedua adalah pasar modal. A maupun B bermain saham dipasar modal. Misal jika B sudah membentuk usahanya (sebut saja PT. Sapi Sejahtera) dan perusahaan tersebut sudah Go Public, maka A dapat membeli saham B. Dengan membeli saham di pasar modal, A bisa mendapatkan keuntungan melalui cara-cara sesuai kondisi berikut:
A. Diskonto
   Keuntungan ini hanya bisa didapat jika A membeli saham obligasi. Diskonto ini berarti diawal A langsung mendapatkan bunga yang diperoleh sesuai investasi yang dilakukan. Misal jika total yang didapatkan adalah 450jt ditambah bunga 50jt maka 50jt harus diberikan kepada A diawal. Setelah itu setelah misal 3 bulan barulah 450jt diberikan kepada A.
B. Capital Gain
  Keuntungan ini adalah keuntungan yang dapat cepat didapat. Misal jika harga 1 lembar saham pada jam 11.00 seharga Rp 10.000 dan pada jam 15.00 seharga Rp 12.000 maka secara matematik, A memperoleh keuntungan Rp 2.000 per lembar.
C. Deviden
 Keuntungan ini biasanya didapat per periode perusahaan (tahun/bulan). Misal jika perusahaan menginformasikan keuntungan 100jt, biasanya dipotong untuk modal periode selanjutnya misal 60jt (retained earning/laba ditahan), sehingga deviden yang dapat diterima pemilik perusahaan (dalam hal ini A termasuk) adalah total 40jt.


Yak! Seperti itulah gambaran 2 perantara. Yang ingin saya garis bawahi disini adalah pasar modal dapat digunakan sebagai tempat mendapatkan keuntungan secara cepat namun tentu saja dengan resiko yang besar pula karena kebetulan pasar modal di Indonesia sangat aktif arus pergerakan sahamnya.
Oke! Kita kembali ke perantara pertama yaitu Bank memberikan modal kepada B dengan kembalian bunga 7%. Jika semuanya lancar maka jelas bank mendapatkan untung, tapi bagaimana jika tidak? Misal B meninggal? Maka bank akan menderita kerugian. Untuk menunggali resiko kematian tersebut maka terdapat sebuah badan yang mau menanggulanginya. Konsep dari badan tersebut adalah sebagai berikut:

Bank bekerjasama dengan PT. xyz. PT diatas tersebut adalah asuransi jiwa, yang mempunyai peranan memberikan 500juta kepada bank sebagai Uang Pertanggungjawaban (UP) jika B meninggal dunia. Namun dengan syarat Bank memberikan uang premi sebesar 10jt yang dibayar bisa per periode (tahun/bulan) atau apapun sesuai kontrak tertentu.
Dengan kondisi tersebut, maka jelas PT. xyz menanggung beban yang berat kalau benar-benar harus membayar 500jt. Oleh karena itu, PT. xyz dapat “membagi resiko” 500jt tersebut kepada suatu badan lain. Konsep dari badan tersebut adalah sebagai berikut:

PT. xyz bekerjasama dengan PT. def. PT tersebut adalah Reasuransi, yang mempunyai peranan membantu asuransi-asuransi yang ada. PT. xyz dapat mengambil 8jt dari keuntungan 10jt dan memberikannya kepada PT. def sebagai nilai kontrak asuransi yang dibayar per periode (bulan/tahun). PT. def sendiri harus membayarkan kepada PT. xyz misal sebesar 400jt jika B benar-benar meninggal. Sehingga resiko PT. xyz dapat berkurang. Namun jelas dengan kondisi ini, beban terbesar berpindah ke PT. def.
PT. def dapat “membagi resiko” kepada Reasuransi lain. Di Indonesia hanya ada 4 perusahaan yang beperan sebagai Reasuransi. Namun jika nilai asuransi yang ditanggung masih juga terlalu besar, reasuransi tersebut dapat “membagi resiko” lagi ke badan lain. Konsep dari badan tersebut adalah sebagai berikut:

            PT. def dapat bekerjasama dengan PT. hij. PT. tersebut dikenal dengan Retrocessi. PT tersebut hanya terdapat di luar negeri. Alasan mengapa dia hanya terdapat diluar negeri adalah karena PT tersebut berani mengambil resiko terbesar dan memang berada pada negara yang memiliki mata uang yang kuat (yen, pound, us dollar dkk). Disinilah sebenarnya arus keuangan bermuara. PT. hij adalah tolak awal bagaimana arus keuangan di Indonesia dapat dikuasai oleh bangsa asing.
            Oke! Penjelasan akan saya lanjutkan. Contoh diatas barulah 1 asuransi yaitu, asuransi jiwa. Namun apakah hanya ada 1 asuransi yang ada di Indonesia? Tentu saja tidak, sebut saja ada asuransi umum/general (PT. klm). Konsep PT. klm adalah sebagai berikut.

            B yang mempunyai perusahaan pastilah dilengkapi dengan mesin. Misal harga mesin yang dibeli B tersebut seharga 1 Milyar. Namun apakah B dapat memperkirakan umur/ketahanan dari mesin tersebut? Oleh karena itu PT. klm sebagai asuransi umum menawarkan pertanggungjawaban kepada B terhadap mesin tersebut jika mengalami kerusakan dengan premi dan uang pertanggungjawaban seperti gambar diatas.
            Tentu saja uang pertanggungjawaban yang akan diberikan PT. klm terlalu besar, oleh sebab itu PT. klm dapat juga “membagi resiko” seperti yang dilakukan oleh PT. xyz. Konsep pembagian resiko tersebut sama persis yaitu membagi ke Reasuransi yang pada akhirnya bermuara ke PT. hij sebagai Retrocessi.
            Oke saya potong sampai sini penjelasan mengenai arus keuangan perusahaan asuransi. Kesimpulan yang bisa didapat adalah arus keuangan pasti bermuara kepada retrocessi.
            Saya akan kembali kepada bank, selain mendapatkan keuntungan dengan memberikan kredit kepada B, bank dapat juga bekerjasama dengan PT. tle. Konsep apa itu PT. tle dan kerjasama PT. tle dengan bank adalah sebagai berikut:

            PT. tle adalah perusahaan yang bergerak dibidang otomotif. Perusahaan tersebut mempunyai anak perusahaan yang bergerak dibidang motor dan mobil (menjual motor dan mobil). Agar PT. tle (dalam hal ini PT. elt dan PT. let) dapat menjual mobil/motornya kepada orang dan orang tersebut juga meminjam kredit pada bank maka bank bekerjasama dengan PT. tle dan membangun PT. ard (dikenal dengan nama leasing).
            Perusahaan tersebut bergerak dibidang perkreditan motor/mobil. Sehingga jika ada orang ingin membeli motor/mobil maka dapat melakukan kredit di PT. ard yang mana sama saja orang tersebut meminjam kredit pada bank.
            Jika dilihat secara keseluruhan, maka tiap perusahaan harus menanggung beban masing-masing, baik itu bank, perusahaan asuransi, reasuransi, retrocessi, ataupun perusahaan leasing. Oleh sebab itu, demi mendapatkan keuntungan yang cepat kesemuanya bermain di Pasar Modal. Ya, pasar modal adalah satu-satunya tempat mendapatkan keuntungan dengan cepat. Dengan menjual sahamnya maka perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia tersebut dapat memperoleh modal. Namun disisi lain kepemilikan perusahaan tersebut dapat dimiliki dengan bebas. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh PT. hij sebagai retrocessi, Coba perhatikan konsep berikut:
           
            PT. hij sebagai retrocessi yang mana menanggung beban terbesar yang dibagi dari reasuransi-reasuransi yang ada di Indonesia juga bermain saham. Mereka membuat 3 perusahaan kecil yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 3 perusahaan tersebut yang bermain saham di Indonesia. Ketiganya membeli saham-saham yang ada di Indonesia. Otomatis, kepemilikan perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat dimiliki oleh PT. hij. Misal 3 perusahaan tersebut membeli saham pada 2 PT. asuransi dan 1 bank yang ada di Indonesia sebagai berikut:
1. PT. opq :
            Bank Siti : 20%
            PT. xyz : 21%
            PT. klm : 22%
2. PT. rst :
            Bank Siti : 15%
            PT. xyz : 10%
            PT. klm : 10%
3. PT. uvw :
            Bank Siti : 10%
            PT. xyz : 20%
            PT. klm : 15%
           
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa, dengan hanya memiliki 2 PT. asuransi dan 1 bank, bangsa asing dapat “mengatur” arus keuangan yang ada di Indonesia. Dengan hanya mengatur harga premi masing-masing PT. asuransi atau bunga yang diberikan oleh bank untuk kredit, bangsa asing sudah dapat mengatur arus keuangan di Indonesia. Coba perhatikan gambar berikut ini.

            ini adalah hasil akhir model penjajahan “baru” bangsa asing di Indonesia. Semua PT. Asuransi dan bank akan bermain di pasar modal yang pada akhirnya sahamnya akan dibeli bangsa asing. Sehingga yang terjadi adalah arus keuangan yang diatur oleh bangsa asing. Inilah yang membuat bangsa kita tidak bisa maju atau stagnan-stagnan saja.

0 komentar:

Posting Komentar